KEBIJAKAN MONETER
Menurut Nopirin, kebijakan
moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank
sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya
akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan menurut Iswardono,
kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi
makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi
makro. Yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran.
Dari dua pendapat diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu
kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro, yaitu menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang
kemudian ditransfer pada sektor riil.
Secara prinsip, tujuan kebijakan
moneter islam tidak berdeba dengan tujuan kebijakan konvensional yaitu menjaga
stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga
pertumbuhan ekonomi merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam
nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam
berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan dalam Q.S Al-An’am : 152 “....dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil...”.
Kerangka kebijakan moneter dalam
perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa
pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya
dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa
bagi kesejahteraan sosial umum.
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL
Instrumen kebijakan fiskal
adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan
pajak. Dari sisi pajak jelas jika merubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat
akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan
sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum.
Dalam
instrumen kebijakan fiskal islam, bukan hanya berkaitan dengan pajak. Tetapi
juga berkaitan erat dengan masalah zakat, infak dan sodaqoh. Sebenarnya
instrumen kebijakan fiskal ini sudah bagus, namun pada kenyataannya, karena
negara kita adalah negara yang bukan menggunakan syariat islam, maka sangat
sulit sekali instrumen kebijakan islam ini untuk menembus sistem yang berlaku
di negara kita, yaitu Indonesia.
Meskipun
ada sedikit kemungkinan bahwa peluang masuknya instrumen kebijakan fiskal islam
ini masuk kedalam tatanan sistem pemerintahan di Indonesia.
Jadi, pada
intinya instrumen kebijakan fiskal di Indonesia ini adalah untuk mengatur pajak
rumah tangga, mengatur pengeluaran pemerintah, dan memberikan rangsangan fiskal
(insentif/ subsidi) pada pengusaha tertentu.
Tujuannya
adalah untuk mendorong laju investasi dan investasi sosial serta
menstabilisasikan inflasi.
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi
lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah. Dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Contoh kebijakan fiskal adalah
apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi
kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan atau
menaikkan pajak agar tercipta kestabilan kembali. Cara demikian disebut dengan
pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiskal adalah
untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah
pengangguran dan menstabilkan harga. Implementasinya untuk menggerakkan pos
penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan dan keuangan, maka
semakin rumit pula penanggulangan inflasi. Kombinasi beragam harus digunakan
secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan
penentuan harga. Dalam kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus
anggaran, sedangkan dalam kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan
dengan tingkat bunga dan cadangan wajib.
Permasalahan yang mungkin muncul
dalam kebijakan fiskal:
1. Bagaimana
meningkatkan kemampuan perpajakan
2. Bagaimana
membuat seimbang komposisi pajak
3. Bagaimana
merancang pajak-pajak khusus
Dalam konteks perencanaan
pembangunan ekonomi, rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk
pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi,
tetapi juga peningkatan aspek sosial seperti pemerataan pendapatan, pendidikan,
dan kesehatan.
Instrumen kebijakan fiskal
adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan
pajak. Dari sisi pajak jelas jika merubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN PASAR UANG
Keseimbangan Umum
Keseimbangan umum terjadi pada waktu pasar barang dan jasa dengan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Saat terjadi keseimbangan umum, besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) mencerminkan pendapatan nasional dan tingkat bunga keseimbangan yang terjadi baik di pasar barang dan jasa maupun pasar uang.
1. Keseimbangan sektor riil (pasar barang) dalam ekonomi islam
Keseimbangan pasar barang pada sistem ekonomi islam sangat berbeda dengan keseimbangan pasar barang pada sistem ekonomi konvensional. Hal ini karena pada sistem ekonomi islam, bunga (i) dihapuskan dan diganti dengan keuntungan yang diharapkan (r).
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (C) dipengaruhi oleh pendapatan (Y). Hubungan ini dapat ditunjukan dengan fungsi matematis:
C = f(Y) dengan C = C1 + C2
Dimana C1 = pendapatan muzakki, C2 = pendapatan mustahiq
Dalam ekonomi islam, investasi tergantung dari besarnya tingkat keuntungan yang diharapkan dan biaya asset yang kurang produktif. Semakin besar tingkat keuntungan yang diharapkan dan semakin tinggi biaya asset yang kurang produktif, maka semakin besar pula investasi yang dilakukan, demikian sebaliknya.
Kondisi keseimbangan dalam sektor riil dapat digambarkan secara grafik kedalam sebuah kurva yang disebut kurva ISI. Kurva ISI menggambarkan kedudukan titik-titik yang menunjukkan hubungan antara tingkat keuntungan yang diharapkan (r) dan pendapatan nasional (Y), dimana pasar barang berada dalam kondisi keseimbangan.
2. Keseimbangan pasar uang dalam ekonomi islam
Dalam ekonomi islam, ada 2 motif memegang uang, yaitu:
a. Motif untuk melakukan transaksi
b. Motif untuk berjaga-jaga
Sedangkan motif untuk spekulasi, seperti yang dikemukakan oleh Keynes tidak ada didalam ekonomi islam. Sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi (yang merupakan fungsi dari tingkat bunga) akan sebesar nol. Oleh karena itu, permintaan uang dalam ekonomi islam selalu berhubungan dengan tingkat pendapatan. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran.
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
KEBIJAKAN MONETER
INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL
KEBIJAKAN FISKAL
Menurut Nopirin, kebijakan
moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank
sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya
akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan menurut Iswardono,
kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi
makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi
makro. Yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran.
Dari dua pendapat diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu
kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro, yaitu menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang
kemudian ditransfer pada sektor riil.
Secara prinsip, tujuan kebijakan
moneter islam tidak berdeba dengan tujuan kebijakan konvensional yaitu menjaga
stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga
pertumbuhan ekonomi merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam
nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam
berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan dalam Q.S Al-An’am : 152 “....dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil...”.
Kerangka kebijakan moneter dalam
perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa
pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya
dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa
bagi kesejahteraan sosial umum.
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL
Instrumen kebijakan fiskal
adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan
pajak. Dari sisi pajak jelas jika merubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat
akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan
sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum.
Dalam
instrumen kebijakan fiskal islam, bukan hanya berkaitan dengan pajak. Tetapi
juga berkaitan erat dengan masalah zakat, infak dan sodaqoh. Sebenarnya
instrumen kebijakan fiskal ini sudah bagus, namun pada kenyataannya, karena
negara kita adalah negara yang bukan menggunakan syariat islam, maka sangat
sulit sekali instrumen kebijakan islam ini untuk menembus sistem yang berlaku
di negara kita, yaitu Indonesia.
Meskipun
ada sedikit kemungkinan bahwa peluang masuknya instrumen kebijakan fiskal islam
ini masuk kedalam tatanan sistem pemerintahan di Indonesia.
Jadi, pada
intinya instrumen kebijakan fiskal di Indonesia ini adalah untuk mengatur pajak
rumah tangga, mengatur pengeluaran pemerintah, dan memberikan rangsangan fiskal
(insentif/ subsidi) pada pengusaha tertentu.
Tujuannya
adalah untuk mendorong laju investasi dan investasi sosial serta
menstabilisasikan inflasi.
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi
lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah. Dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Contoh kebijakan fiskal adalah
apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi
kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan atau
menaikkan pajak agar tercipta kestabilan kembali. Cara demikian disebut dengan
pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiskal adalah
untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah
pengangguran dan menstabilkan harga. Implementasinya untuk menggerakkan pos
penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan dan keuangan, maka
semakin rumit pula penanggulangan inflasi. Kombinasi beragam harus digunakan
secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan
penentuan harga. Dalam kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus
anggaran, sedangkan dalam kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan
dengan tingkat bunga dan cadangan wajib.
Permasalahan yang mungkin muncul
dalam kebijakan fiskal:
1. Bagaimana
meningkatkan kemampuan perpajakan
2. Bagaimana
membuat seimbang komposisi pajak
3. Bagaimana
merancang pajak-pajak khusus
Dalam konteks perencanaan
pembangunan ekonomi, rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk
pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi,
tetapi juga peningkatan aspek sosial seperti pemerataan pendapatan, pendidikan,
dan kesehatan.
Instrumen kebijakan fiskal
adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan
pajak. Dari sisi pajak jelas jika merubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN PASAR UANG
UANG dan NILAI TUKAR UANG
Rabu, 23 Oktober 2013
UANG
dan NILAI TUKAR UANG
Dalam sejarah
pembuatan uang, dulu pemerintah menggunakan emas untuk transaksi. Menggunakan
emas sabegai mata uang adalah mahal karena kemurnian dan beratnya harus
diverifikasi. Juga, koin lebih banyak dikenal daripada batangan emas.
Pemerintah lalu menerima emas dari publik untuk ditukar dengan sertifikat emas
yaitu lembaran kertas yang bisa ditukar dengan emas. Jika orang percaya
pemerintah akan memberi mereka emas bila diminta, maka mata uang tersebut akan
sama berharganya dengan emas itu sendiri, lebih mudah membawa kertas daripada
emas. Hasil akhirnya adalah karena tak ada yang meminta emas lagi dan semua
orang menerima kertas, kertas itu memiliki nilai dan berperan sebagai uang.
Uang digunakan
untuk transaksi dan salah satu jenis kekayaan juga. Uang adalah sesuatu yang
diterima atau dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi.
Ada beberapa
syarat uang, yaitu tidak mudah rusak(durability),
nilainya relatif stabil (stability of
value), mempunyai nilai cukup tinggi (high
of value), mudah dibagi dengan tidak mengurangi nilainya (divisibility), mudah dibawa (portability), dan diterima secara umum (acceptability).
Fungsi asli uang
adalah sebagai alat tukar, alat satuan hitung. Fungsi turunnannya adalah
penyimpan kekayaan, pemindah kekayaan. Kemudahan uang dikonversi menjadi
sesuatu yang lain seperti barang dan jasa, kadang disebut likuiditas uang.
Nilai intrinsik
dari uang adalah nilai bahan membuat uang. Sedangkan nilai nominal adalah yang
tercantum dalam mata uang. Kemudian nilai riil adalah uang ditukarkan dengan
barang dan jasa. Dan nilai eksternal adalah nilai mata uang rupiah ditukarkan
dengan mata uang asing (valuta asing).
Nilai Tukar Uang
Nilai tukar atau
dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal
sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian
hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.
Nilai tukar yang
berdasarkan pada kekuatan pasar akan selalu berubah disetiap kali nilai-nilai
salah satu dari dua komponen mata uang berubah. Sebuah mata uang akan cenderung
menjadi lebih berharga bila permintaan menjadi lebih besar dari pasokan yang
tersedia. nilai akan menjadi berkurang bila permintaan kurang dari suplai yang
tersedia.
Peningkatan
permintaan terhadap mata uang adalah yang terbaik karena denganmeningkatnya
permintaan untuk transaksi uang, atau mungkin adanya peningkatan permintaan
uang yang spekulatif. Transaksi permintaan uang akan sangat berhubungan dengan
tingkat aktivitas bisnis negara berkaitan, produk domestik bruto (PDB) (gross domestic product (GDP) atau gross domestic income (GDI)) , dan
tingkat permintaan pekerja. Semakin tinggi tingkat menganggur pada suatu negara
akan semakin sedikit masyarakatnya yang secara keseluruhan akan dapat
menghabiskan uang pada belanja pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa dan
Bank Sentral, di Indonesia dalam hal ini dilakukan oleh Bank Indonesia biasanya
akan sedikit kesulitan dalam melakukan penyesuaian pasokan uang yang dalam persediaan
untuk mengakomodasi perubahan dalam permintaan uang berkaitan dengan transaksi
bisnis.
Vina Novia Ekonomi Syariah 5
Masalah Ekonomi Makro Islam
Rabu, 02 Oktober 2013
PERMASALAHAN EKONOMI MAKRO ISLAM
Oleh
: Vina Novia, Eko.Sy 5
Ilmu ekonomi merupakan seni yang tertua didunia. Istilah ekonomi itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani Oikos
Nomos, yang berarti tata laksana rumah tangga atau permilikan. Masalah
perekonomian yang paling pokok meliputi 3 masalah yang fundamental dan saling
berkaitan, yakni what, how, dan for whom goods should be produced, yang
secara lengkap menunjukan hubungan yang erat antara produksi dengan konsumsi.
Masalah ekonomi itu banyak perkembangan. Masalah ekonomi dizaman yang
terdahulu lebih sempit daripada masalah-masalah ekonomi pada zaman-zaman
sesudahnya sebab kebutuhan manusia pun bergerak dengan pola dan cara seperti
itu pula.
Sebelum zaman merkantilisme, masalah ekonomi yang timbul adalah bagaimana
mencukupi kehidupan berumah tangga. Pada zaman merkantilisme, masalah ekonomi
menjadi lebih luas lagi yaitu bagaimana caranya dapat diciptakan neraca dagang
yang positif. Adam Smith merumuskan masalah ekonomi sebagai “ setiap usaha
manusia untuk menaklukkan alam dan dalam usahanya menghasilkan kekayaan
material”.
Pada zaman sekarang masalah ekonomi yang dihadapi manusia sudah
sedemikian luas dan kompleknya, yaitu alokasi sumber-sumber daya yang langka,
diantara sekian banyak kemungkinan penggunaannya yang berbeda-beda. Sehingga
dapat dicapai kepuasan konsumen secara maksimal, serta untuk mencapai suatu
keadaan tanpa adanya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil tanpa
adanya gangguan inflasi.
Masalah tersebut adalah bersifat makro, akan tetapi tidak bisa terlepas
dari adanya individu-individu. Adapun hal berikutnya yaitu perbuatan ekonomi,
motif ekonomi, dan prinsip ekonomi, semuanya harus diperhatikan, tidak hanya
oleh satu orang.
Kemudian menurut pengertian ilmu ekonomi yang merupakan ilmu pemenuhan
keinginan manusia yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas, maka
yang menjadi permasalahan utama disini adalah ketidakterbatasan keinginan
manusia.
Adapun permasalahan kebijaksanaan makro dalam negara, yaitu pertama
adalah masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan
dengan bagaimana “menyetir” perekonomian nasional dari bulan ke bulan atau dari
tahun ke tahun, agar terhindar dari 3 penyakit, yaitu:
-
Inflasi
-
Pengangguran
-
Ketimpangan dalam neraca pembayaran
Kedua adalah masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini
adalah mengenai bagaimana”menyetir” perekonomian agar ada keserasian antara
pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana
untuk investasi. Tujuannya agar terhindar dari 3 penyakit di atas hanya saja
waktunya panjang, bisa 5 tahun, 10 tahun, bahkan sampai 50 tahun.
Reputasi
Selasa, 01 Oktober 2013
MAKALAH
Resiko Operasional & Resiko Reputasi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Manajemen Resiko
Dosen :

Disusun Oleh :
Ahmad Mustofa
Indri Dwi Pertiwi
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Arqom (STAIDA) Muhammadiyah Garut
2013
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat
Allah SWT., karena atas Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul “Resiko Operasional dan Resiko Reputasi”. Dan tugas ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Resiko.
Dalam penulisan makalah ini, kami
semaksimal mungkin berusaha untuk memberikan yang terbaik agar para pembaca
dapat memahami isi dari makalah ini. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan banyak materi yang belum
lengkap. Oleh karena itu, kami membuka diri bagi semua pihak yang akan
mengajukan komentar, kritik dan saran demi memperbaiki penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu,
kami mengucapkan banyak terimakasih dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya
kepada pihak terkait. Khususnya kami sampaikan kepada :
1. Allah
SWT.
2. Bapak
Yana selaku dosen Teori Makro Ekonomi Syariah
3. Keluarga
4. Kawan-kawan
seperjuangan kelas Ekonomi Syariah semester 5
Akhir kata, semoga penulisan makalah ini besar manfaatnya bagi kami dan
bagi para pembaca.
Garut, September 2013
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Resiko operasional adalah resiko yang antara lain disebabkan
ketidakcukupan dan berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional perusahaan/
bank.
Dalam Bank, resiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara
langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan
memperoleh keuntungan. Resiko ini merupakan resiko yang inherent pada setiap
aktifitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan (penyediaan dana),
tresuri dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan
dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan informasi manajemen, dan
pengelolaan sumber daya manusia.
Resiko operasional bukanlah hal baru walaupun disadari merupakan resiko
yang paling akhir terdefinisikan dalam Basel II. Definisi resiko dalam Basel II
adalah termasuk resiko hukum namun tidak mencakup resiko bisnis, strategis dan
reputasi.
Sedangkan resiko reputasi adalah sejauh mana perusahaan melindungi nilai
dari aset tidak berwujudnya, termasuk reputasi perusahaan. Resiko reputasi
diatasi dengan berinvestasi dalam pengembangan merek produk dan merek
perusahaan, memantau penggunaan merek, memantau perilaku pemasok dan pelanggan
bisnis, melakukan hubungan masyarakat, dan mengelola hubungan dengan para
pemangku kepentingan lain.
Resiko reputasi adalah resiko terjadinya potensi kerusakan bagi
perusahaan yang diakibatkan oleh opini publik yang negatif.
Resiko reputasi tidak terbatas hanya pada reputasi dari sebuah Bank saja,
namun dapat mencakup keseluruhan sektor industri perbankan, misalnya mortgage
banking atau internet banking. Walaupun kejadian resio dapat terjadi hanya pada
satu Bank yang pengendalian resiko-nya tidak memadai, reputasi dari
masing-masing produk atau sektor dapat mempengaruhi keseluruhan industri
perbankan. Tergantung dari cara pelaporannya, suatu kejadian yang semula
terisolasi dapat meluas dan merusak reputasi seluruh industri.
B.
Maksud
dan Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, kami bermaksud untuk menjelaskan tentang
masalah dalam manajemen resiko, yaitu resiko operasional dan resiko reputasi.
Tentu dengan adanya penulisan ini adalah agar mahasiswa dan para pembaca
umumnya dapat mengerti tentang apa itu resiko operasional dan apa itu resiko
reputasi.
Penulisan makalah ini pin bertujuan agar mahasiswa dan para pembaca
umunya dapat lebih memahami lagi tentang resiko operasional dan resiko reputasi
ini. Dengan adanya contoh-contoh yang akan kami tuliskan di bab II nanti,
semoga mahasiswa dan para pembaca umumnya dapat memahami dengan baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Resiko Operasional
Basel II Capital Accord secara
khusus mendefinisikan resiko operasional sebagai resiko kerugian yang timbul
dari kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau
kejadian-kejadian eksternal. Secara umum, resiko operasional terkait dengan
sejumlah masalah yang berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur. Oleh
karena itu, resiko operasional sebenarnya bukan merupakan suatu resiko yang
baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank, walaupun semua bank akan menghadapi
kegagalan dan harus memiliki proses untuk mengatasinya. Resiko operasional
merupakan resiko yang mempengaruhi semua kegiatan usaha karena merupakan suatu
hal yang inherent dalam pelaksanaan suatu proses atau aktivitas operasional.
Bagi otoritas pengawas bank, penerapan managemen resiko akan mempermudah
penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank yang dapat
mempengaruhi permodalan bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam
menetapkan strategi dan fokus pengawasan bank. Adapun tahap evolusi managemen
resiko operasional dibagi menjadi empat bagian tahap, yaitu:
·
Tahap I : Identifikasi dan pengumpulan data
Dalam
tahap ini perusahaan perlu melakukan mapping berbagai resiko operasional yang
ada dalam perusahaan dan menciptakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan
menjumlahkan kerugian.
·
Tahap II : Penyusunan metrics dan tracking
Dalam
tahap ini perusahaan perlu menyusun metric dan key risk indicator untuk tiap resiko
operasional yang telah diidentifikasi dalam tahap sebelumnya, termasuk juga
penyusunan sistem tracking data dan informasi frekuensi dan severitas suatu resiko
tertentu.
·
Tahap III : Pengukuran
Tahap
ini perusahaan perlu menyusun suatu metode untuk mengklasifikasi resiko
operasional dari semua unit kerja.
·
Tahap IV : Manajemen
Tahap
ini perusahaan perlu melakukan konsolidasi hasil dari tahap tiga untuk
mendapatkan perhitungan alokasi modal untuk menutup resiko operasional dan
analisis kinerja berbasis resiko dan redistribusi portofolio untuk menyesuaikan
profil resiko perusahaan yang diinginkan.
B.
Kejadian
Resiko Operasional
Resiko operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul
karena kelemahan proses di dalam bank. Namun demikian, resiko operasional tidak
hanya terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha. Resiko
operasional merupakan resiko yang penting dan dapat mempengaruhi nasabah dalam
sehari-hari. Itu sebabnya mengapa bank meningkatkan fokus perhatiannya pada
proses, prosedur dan pengawasan yang sejalan dengan resiko operasional.
Lembaga Pengawas Perbankan telah mendorong bank-bank untuk melihat proses
operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan kejadian-kejadian yang memiliki
frekuensi rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi (low frequency/high impact)
selain resiko kredit dan resiko pasar. Ada dua faktor yang digunakan dalam
pengelompokan kejadian resiko operasional yaitu frekuensi dan dampak. Frekuensi
adalah seberapa sering suatu peristiwa operasional itu terjadi, sedangkan dampak
adalah jumlah kerugian yang timbulkan oleh kejadian resiko operasional.
Kejadian resiko operasional dapat dikelompokkan kedalam empat jenis
kejadian berdasarkan frekuensi dan dampak resiko operasional tersebut, yaitu:
1.
Low
Frequency/High Impact (LFHI)
2.
High
Frequency/High Impact (HFHI)
3.
Low
Frequency/Low Impact (LFLI)
4.
High
Frequency/Low Impact (HFLI)
Secara umum pengelolaan resiko operasional memfokuskan pada dua jenis
kejadian, yaitu Low Frequency/High Impact
(LFHI) dan High Frequency/Low Impact
(HFLI). LFHI sangat sulit untuk
dipahami dan sangat sulit untuk diantisipasi serta LFHI menimbulkan kerugian yang sangat besar bahkan dapat
menyebabkan kejatuhan suatu bank. Sedangkan HFLI
dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usaha.
Pada umumnya bank kurang memperhatikan kejadian yang sifatnya Low Frequency/Low Impact (LFLI) karena
biaya pengelolaan dan pemantauannya lebih tinggi daripada kerugian yang
ditimbulkannya. Sedangkan High
Frequency/High Impact (HFHI) dianggap kurang relevan karena jika jenis kejadian
ini timbul pada bank maka bank tersebut akan jatuh dalam waktu singkat. Dalam
hal ini kerugian yang ada tidak akan dapat diperbaiki dan pengawas bank akan
mengambil langkah- langkah penyehatan bank.
C.
Pengukuran
Resiko Operasional
Kerangka Basel II menetapkan tiga metode perhitungan modal untuk resiko
operasional. Ketiga metode tersebut menggunakan berbagai indikator eksposur
resiko. Indikator eksposur resiko merupakan faktor yang menunjukkan tingkat resiko
yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi nilai indikator semakin tinggi resiko
yang dihadapi. Ketiga model tersebut adalah:
1.
Basic
Indicator Approach (BIA)
2.
Standardized
Approach (SA)
3.
Advanced
Measurement Approach (AMA)
D.
Pengertian
Resiko Reputasi
Resiko reputasi (reputation risk) adalah sejauh mana perusahaan
melindungi nilai dari aset tidak berwujudnya, termasuk reputasi perusahaan. Resiko
reputasi diatasi dengan berinvestasi dalam pengembangan merek produk dan merek
perusahaan, memantau penggunaan merek, memantau perilaku pemasok dan pelanggan
bisnis, melakukan hubungan masyarakat, dan mengelola hubungan dengan para
pemangku kepentingan lain.
Resiko reputasi adalah resiko terjadinya potensi kerusakan bagi
perusahaan yang diakibatkan oleh opini publik yang negatif.
Butuh waktu lama untuk membangun reputasi baik. Bahkan Warren Buffet
menyatakan bahwa butuh 20 tahun membangun reputasi dan lima menit untuk
menghancurkannya. Jika citra baik bisa didesain lebih instan, namun tidak
dengan reputasi. Reputasi berkembang lebih lambat daripada membentuk citra
(Rochette, 2007).
Resiko reputasi menjangkiti seluruh perusahaan. Terlebih perusahaan yang
mengandalkan jaminan kepercayaan konsumen. Reputasi bisa rusak berkaitan isu
keamanan atau keselamatan, produk/jasa tidak sesuai standar, product recall,
pelanggaran regulasi, skandal atau praktek tidak etis, atau sebab lainnya.
Rontoknya reputasi dipicu dari publikasi yang buruk tentang perusahaan.
Terlepas dari publikasi tersebut benar atau fitnah, tapi itulah informasi yang
membentuk persepsi dan kepercayaan stakeholders, khususnya konsumen.
Di era informasi, resiko reputasi mengancam perusahaan. Dengan mudah dan
cepat, konsumen mengetahui sisi negatif suatu produk barang/jasa. Di tengah
kompetisi ketat, opini negatif dengan mudahnya memicu konsumen beralih ke
barang/jasa subtitusi.
Pada perusahaan tertentu, khususnya penyedia jasa, reputasi adalah aset
terpenting karena yang ditawarkan adalah bisnis kepercayaan. Produsen barangpun
saat ini sudah mulai mengakui bahwa aset terbesarnya bukan semata aset fisik,
tetapi reputasi.
Reputasi menjadi aset yang nyaris tak ternilai. Terlebih di negara-negara
dengan konsumen yang mempunyai kesadaran tinggi akan haknya. Juga di negara
yang mempunyai aturan perlindungan konsumen yang baik. Hasil riset Economist Intelligence Unit tahun 2005
menyebutkan bahwa eksekutif perusahaan dunia mengakui bahwa resiko reputasi
menjadi prioritas puncak dibandingkan risiko lainnya.
Resiko reputasi tak cuma hadir mengikuti suatu kasus besar. Merosotnya
reputasi bisa muncul dari kelemahan kecil, namun terjadi dalam jangka waktu
lama. Berita negatif yang terus-menerus dan tidak ditangani secara baik, bisa
mempengarui pilihan konsumen.
E.
Aplikasi
Manajemen Resiko Reputasi
Peristiwa yang menggerogoti reputasi perusahaan, umumnya dibarengi dengan
dampak lainnya. Umumnya berupa tanggung jawab pada pihak lain (legal liability),
merosotnya konsumen, atau resiko tuntutan di pengadilan (berkaitan dengan
kriminal).
Manajemen resiko reputasi adalah keharusan. Mulai dari upaya pencegahan
munculnya kerugian, hingga crisis
management plans. Terhadap produk barang cacat yang bisa membahayakan
konsumen, produsen bisa mengalihkan sebagian resiko tersebut ke perusahaan
asuransi untuk jaminan product liability. Namun resiko reputasi secara
keseluruhan, belum bisa diasuransikan karena dimensinya yang sangat kompleks.
Upaya preventif menghadapi resiko reputasi, secara umum bisa dilakukan
dengan menyediakan produk atau jasa
sesuai standar dan harapan konsumen, serta melakukan praktek bisnis
sesuai aturan. Hampir semua perusahaan memiliki prosedur dan kontrol kualitas
atas produk atau jasa yang ditawarkan. Namun kejadian yang merontokkan reputasi
masih sering terjadi meskipun upaya preventif maksimal telah dilakukan. Di sinilah
peran manajemen krisis. Dampak massif reputasi terjadi ketika penanganan resiko
dilakukan tanpa manajemen yang memadai.
Menurut Regester Larkin, ketika terjadi ancaman terhadap reputasi,
perusahaan perlu melakukan “3C” yakni concern (mengakui dan menyesal atas
kesalahan), commitment (komitmen untuk memperbaiki), dan control (kontrol agar
tidak terjadi lagi). Leadership dari top eksekutif perusahaan berperan terhadap
penanganan krisis ini. Karena reputasi berhubungan dengan opini publik, perlu
ada strategi komunikasi dan unit yang bertanggung jawab. Penanganan krisis akan
lebih mudah dengan prosedur yang sistematis dan adanya latihan pada orang atau
unit terkait.
BAB
III
PENUTUP
Dalam penulisan makalah ini, kami sangat menyadari dengan segala
kekurangan dan keterbatasan kami dalam menyampaikan tugas mata kuliah kami yang
berjudul “Resiko Operasional dan Resiko Reputasi”.
Berdasarkan penulisan
kami di atas, maka kami akan menyampaikan kesimpulan dan saran pada penutup
ini.
A.
Kesimpulan
Resiko operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul
karena kelemahan proses di dalam bank. Namun demikian, resiko operasional tidak
hanya terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha. Risiko
operasional merupakan resiko yang penting dan dapat mempengaruhi nasabah dalam
sehari-hari. Itu sebabnya mengapa bank meningkatkan fokus perhatiannya pada
proses, prosedur dan pengawasan yang sejalan dengan resiko operasional.
Manajemen resiko reputasi adalah keharusan. Mulai dari upaya pencegahan
munculnya kerugian, hingga crisis
management plans. Terhadap produk barang cacat yang bisa membahayakan
konsumen, produsen bisa mengalihkan sebagian risiko tersebut ke perusahaan
asuransi untuk jaminan product liability. Namun resiko reputasi secara keseluruhan,
belum bisa diasuransikan karena dimensinya yang sangat kompleks.
B.
Saran
Melihat pembahasan dari resiko operasional dan resiko reputasi diatas,
tentu diharapkan sekali kepada mahasiswa dan para pembaca agar dapat lebih
mengerti dan memahami resiko tersebut di perusahaan atau di perbankan. Tentu
dalam pemahaman tersebut, kita juga harus bisa mengaplikasikannya dalan
kehidupan kita, tentang bagaimana manajemen resiko dalam kehidupan sehari-hari.
Peran Ekonomi Negara dalam Perspektif Islam
Selasa, 24 September 2013
PERAN EKONOMI NEGARA
dalam PERSPEKTIF ISLAM
Oleh : Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
Manusia dan
ekonomi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, karena manusialah yang
menciptakan dan membutuhkan sistem perekonomian itu sendiri. Pada hakikatnya,
teori ekonomi itu sama. Yaitu berhadapan dengan barang, uang dan pasar. Ketiga
aspek ini saling berinteraksi, sehingga menciptakan permintaan, penawaran dan
jual beli, yang pada akhirnya menciptakan sistem perekonomian.
Masyarakat
dalam sebuah pemerintahan sesuai kodratnya merupakan manusia yang lebih suka
hidup secara bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada,
manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan
kehidupan mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka membutuhkan
kehidupan yang saling menolong dan bekerjasama. Akan tetapi, mereka tidak dapat
hidup berdampingan dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh konflik
dan permusuhan serta ketidakadilan. Untuk itu diperlukan adanya rasa
kebersamaan dan pemerintah sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah
terjadinya konflik dan ketidakadilan guna mempersatukan mereka.
Konsep
Ibnu Khaldun dalam “Model Dinamika” menyatakan
bahwa negara harus berorientasu kepada kesejahteraan rakyat, memiliki anggaran,
menghargai hak milik masyarakat, dan menghindari pungutan pajak yang
memberatkan. Negara akan mengutamakan pembangunan melalui anggaran yang
dihasilkan dari kebijakan yang adil, dan sebaliknya negara akan menghambat
pembangunan dengan memberlakukan sistem pajak dan kebijakan yang tidak adil.
Negara merupakan suatu pasar terbesar yang dihasilkan dari anggaran negara
tersebut untuk kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu, negara tidak perlu terlibat
secara langsung sebagai pelaku pasar, namun harus melakukan hal-hal yang dapat
membantu masyarakat menjalankan usaha mereka secara lebih efisien dan mencegah
masyarakat untuk melakukan tindakan yang adil secara berlebihan.
jadi bingung baca na. pami dihijikeun kieu mah. khusus soal fiskal, uraian lumayan baik. catatana, setiap kutipan yg diperoleh dari sumber lain baik itu buku mauapun sumber online harus disertakan.
BalasHapussebagai perbandingan, silahkan baca juga artikel ini:
http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/kebijakan-fiskal-dalam-kajian-ekonomi.html
||
http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/kebijakan-fiskal-sebuah-kajian-teoritis.html