Rabu, 04 Desember 2013

ARTIKEL DAN MAKALAH

KEBIJAKAN MONETER
Menurut Nopirin, kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan menurut Iswardono, kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro. Yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran.
Dari dua pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yaitu menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berdeba dengan tujuan kebijakan konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan dalam Q.S Al-An’am : 152 “....dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil...”.

Kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.

Vina Novia

Ekonomi Syariah 5

INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika merubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
            Dalam instrumen kebijakan fiskal islam, bukan hanya berkaitan dengan pajak. Tetapi juga berkaitan erat dengan masalah zakat, infak dan sodaqoh. Sebenarnya instrumen kebijakan fiskal ini sudah bagus, namun pada kenyataannya, karena negara kita adalah negara yang bukan menggunakan syariat islam, maka sangat sulit sekali instrumen kebijakan islam ini untuk menembus sistem yang berlaku di negara kita, yaitu Indonesia.
            Meskipun ada sedikit kemungkinan bahwa peluang masuknya instrumen kebijakan fiskal islam ini masuk kedalam tatanan sistem pemerintahan di Indonesia.
            Jadi, pada intinya instrumen kebijakan fiskal di Indonesia ini adalah untuk mengatur pajak rumah tangga, mengatur pengeluaran pemerintah, dan memberikan rangsangan fiskal (insentif/ subsidi) pada pengusaha tertentu.

            Tujuannya adalah untuk mendorong laju investasi dan investasi sosial serta menstabilisasikan inflasi.

Vina Novia

Ekonomi Syariah 5

KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan kembali. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga. Implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan dan keuangan, maka semakin rumit pula penanggulangan inflasi. Kombinasi beragam harus digunakan secara tepat, seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan penentuan harga. Dalam kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus anggaran, sedangkan dalam kerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan dengan tingkat bunga dan cadangan wajib.
Permasalahan yang mungkin muncul dalam kebijakan fiskal:
1.      Bagaimana meningkatkan kemampuan perpajakan
2.      Bagaimana membuat seimbang komposisi pajak
3.      Bagaimana merancang pajak-pajak khusus
Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi, rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peningkatan aspek sosial seperti pemerataan pendapatan, pendidikan, dan kesehatan.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika merubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Vina Novia

Ekonomi Syariah 5

KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN PASAR UANG
Keseimbangan Umum
            Keseimbangan umum terjadi pada waktu pasar barang dan jasa dengan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Saat terjadi keseimbangan umum, besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) mencerminkan pendapatan nasional dan tingkat bunga keseimbangan yang terjadi baik di pasar barang dan jasa maupun pasar uang.
1.      Keseimbangan sektor riil (pasar barang) dalam ekonomi islam
Keseimbangan pasar barang pada sistem ekonomi islam sangat berbeda dengan keseimbangan pasar barang pada sistem ekonomi konvensional. Hal ini karena pada sistem ekonomi islam, bunga (i) dihapuskan dan diganti dengan keuntungan yang diharapkan (r).
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (C) dipengaruhi oleh pendapatan (Y). Hubungan ini dapat ditunjukan dengan fungsi matematis:
C = f(Y) dengan C = C1 + C2
Dimana C= pendapatan muzakki, C2 = pendapatan mustahiq
            Dalam ekonomi islam, investasi tergantung dari besarnya tingkat keuntungan yang diharapkan dan biaya asset yang kurang produktif. Semakin besar tingkat keuntungan yang diharapkan dan semakin tinggi biaya asset yang kurang produktif, maka semakin besar pula investasi yang dilakukan, demikian sebaliknya.
            Kondisi keseimbangan dalam sektor riil dapat digambarkan secara grafik kedalam sebuah kurva yang disebut kurva ISI. Kurva ISI menggambarkan kedudukan titik-titik yang menunjukkan hubungan antara tingkat keuntungan yang diharapkan (r) dan pendapatan nasional (Y), dimana pasar barang berada dalam kondisi keseimbangan.
2.      Keseimbangan pasar uang dalam ekonomi islam
Dalam ekonomi islam, ada 2 motif memegang uang, yaitu:
a.       Motif untuk melakukan transaksi
b.      Motif untuk berjaga-jaga
Sedangkan motif untuk spekulasi, seperti yang dikemukakan oleh Keynes tidak ada didalam ekonomi islam. Sehingga permintaan uang untuk tujuan spekulasi (yang merupakan fungsi dari tingkat bunga) akan sebesar nol. Oleh karena itu, permintaan uang dalam ekonomi islam selalu berhubungan dengan tingkat pendapatan. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi pengeluaran.
Vina Novia

Ekonomi Syariah 5

UANG dan NILAI TUKAR UANG

Rabu, 23 Oktober 2013
UANG dan NILAI TUKAR UANG
Dalam sejarah pembuatan uang, dulu pemerintah menggunakan emas untuk transaksi. Menggunakan emas sabegai mata uang adalah mahal karena kemurnian dan beratnya harus diverifikasi. Juga, koin lebih banyak dikenal daripada batangan emas. Pemerintah lalu menerima emas dari publik untuk ditukar dengan sertifikat emas yaitu lembaran kertas yang bisa ditukar dengan emas. Jika orang percaya pemerintah akan memberi mereka emas bila diminta, maka mata uang tersebut akan sama berharganya dengan emas itu sendiri, lebih mudah membawa kertas daripada emas. Hasil akhirnya adalah karena tak ada yang meminta emas lagi dan semua orang menerima kertas, kertas itu memiliki nilai dan berperan sebagai uang.
Uang digunakan untuk transaksi dan salah satu jenis kekayaan juga. Uang adalah sesuatu yang diterima atau dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi.
Ada beberapa syarat uang, yaitu tidak mudah rusak(durability), nilainya relatif stabil (stability of value), mempunyai nilai cukup tinggi (high of value), mudah dibagi dengan tidak mengurangi nilainya (divisibility), mudah dibawa (portability), dan diterima secara umum (acceptability).
Fungsi asli uang adalah sebagai alat tukar, alat satuan hitung. Fungsi turunnannya adalah penyimpan kekayaan, pemindah kekayaan. Kemudahan uang dikonversi menjadi sesuatu yang lain seperti barang dan jasa, kadang disebut likuiditas uang.
Nilai intrinsik dari uang adalah nilai bahan membuat uang. Sedangkan nilai nominal adalah yang tercantum dalam mata uang. Kemudian nilai riil adalah uang ditukarkan dengan barang dan jasa. Dan nilai eksternal adalah nilai mata uang rupiah ditukarkan dengan mata uang asing (valuta asing).
Nilai Tukar Uang
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.
Nilai tukar yang berdasarkan pada kekuatan pasar akan selalu berubah disetiap kali nilai-nilai salah satu dari dua komponen mata uang berubah. Sebuah mata uang akan cenderung menjadi lebih berharga bila permintaan menjadi lebih besar dari pasokan yang tersedia. nilai akan menjadi berkurang bila permintaan kurang dari suplai yang tersedia.
Peningkatan permintaan terhadap mata uang adalah yang terbaik karena denganmeningkatnya permintaan untuk transaksi uang, atau mungkin adanya peningkatan permintaan uang yang spekulatif. Transaksi permintaan uang akan sangat berhubungan dengan tingkat aktivitas bisnis negara berkaitan, produk domestik bruto (PDB) (gross domestic product (GDP) atau gross domestic income (GDI)) , dan tingkat permintaan pekerja. Semakin tinggi tingkat menganggur pada suatu negara akan semakin sedikit masyarakatnya yang secara keseluruhan akan dapat menghabiskan uang pada belanja pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa dan Bank Sentral, di Indonesia dalam hal ini dilakukan oleh Bank Indonesia biasanya akan sedikit kesulitan dalam melakukan penyesuaian pasokan uang yang dalam persediaan untuk mengakomodasi perubahan dalam permintaan uang berkaitan dengan transaksi bisnis. 
Vina Novia Ekonomi Syariah 5

Masalah Ekonomi Makro Islam

Rabu, 02 Oktober 2013


PERMASALAHAN EKONOMI MAKRO ISLAM
Oleh : Vina Novia, Eko.Sy 5
Ilmu ekonomi merupakan seni yang tertua didunia. Istilah ekonomi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani Oikos Nomos, yang berarti tata laksana rumah tangga atau permilikan. Masalah perekonomian yang paling pokok meliputi 3 masalah yang fundamental dan saling berkaitan, yakni what, how, dan for whom goods should be produced, yang secara lengkap menunjukan hubungan yang erat antara produksi dengan konsumsi.
Masalah ekonomi itu banyak perkembangan. Masalah ekonomi dizaman yang terdahulu lebih sempit daripada masalah-masalah ekonomi pada zaman-zaman sesudahnya sebab kebutuhan manusia pun bergerak dengan pola dan cara seperti itu pula.
Sebelum zaman merkantilisme, masalah ekonomi yang timbul adalah bagaimana mencukupi kehidupan berumah tangga. Pada zaman merkantilisme, masalah ekonomi menjadi lebih luas lagi yaitu bagaimana caranya dapat diciptakan neraca dagang yang positif. Adam Smith merumuskan masalah ekonomi sebagai “ setiap usaha manusia untuk menaklukkan alam dan dalam usahanya menghasilkan kekayaan material”.
Pada zaman sekarang masalah ekonomi yang dihadapi manusia sudah sedemikian luas dan kompleknya, yaitu alokasi sumber-sumber daya yang langka, diantara sekian banyak kemungkinan penggunaannya yang berbeda-beda. Sehingga dapat dicapai kepuasan konsumen secara maksimal, serta untuk mencapai suatu keadaan tanpa adanya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi yang stabil tanpa adanya gangguan inflasi.
Masalah tersebut adalah bersifat makro, akan tetapi tidak bisa terlepas dari adanya individu-individu. Adapun hal berikutnya yaitu perbuatan ekonomi, motif ekonomi, dan prinsip ekonomi, semuanya harus diperhatikan, tidak hanya oleh satu orang.
Kemudian menurut pengertian ilmu ekonomi yang merupakan ilmu pemenuhan keinginan manusia yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas, maka yang menjadi permasalahan utama disini adalah ketidakterbatasan keinginan manusia.
Adapun permasalahan kebijaksanaan makro dalam negara, yaitu pertama adalah masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana “menyetir” perekonomian nasional dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun, agar terhindar dari 3 penyakit, yaitu:
-          Inflasi
-          Pengangguran
-          Ketimpangan dalam neraca pembayaran
Kedua adalah masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai bagaimana”menyetir” perekonomian agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Tujuannya agar terhindar dari 3 penyakit di atas hanya saja waktunya panjang, bisa 5 tahun, 10 tahun, bahkan sampai 50 tahun.
| |



Reputasi

Selasa, 01 Oktober 2013


MAKALAH
Resiko Operasional & Resiko Reputasi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Resiko
Dosen :
Disusun Oleh :
Ahmad Mustofa
Indri Dwi Pertiwi
Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Arqom (STAIDA) Muhammadiyah Garut
2013
KATA PENGANTAR
            Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT., karena atas Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Resiko Operasional dan Resiko Reputasi”. Dan tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Resiko.
            Dalam penulisan makalah ini, kami semaksimal mungkin berusaha untuk memberikan yang terbaik agar para pembaca dapat memahami isi dari makalah ini. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan banyak materi yang belum lengkap. Oleh karena itu, kami membuka diri bagi semua pihak yang akan mengajukan komentar, kritik dan saran demi memperbaiki penulisan makalah ini.
            Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan banyak terimakasih dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada pihak terkait. Khususnya kami sampaikan kepada :
1.      Allah SWT.
2.      Bapak Yana selaku dosen Teori Makro Ekonomi Syariah
3.      Keluarga
4.      Kawan-kawan seperjuangan kelas Ekonomi Syariah semester 5
Akhir kata, semoga penulisan makalah ini besar manfaatnya bagi kami dan bagi para pembaca.
Garut, September 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Resiko operasional adalah resiko yang antara lain disebabkan ketidakcukupan dan berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional perusahaan/ bank.
Dalam Bank, resiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. Resiko ini merupakan resiko yang inherent pada setiap aktifitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan informasi manajemen, dan pengelolaan sumber daya manusia.
Resiko operasional bukanlah hal baru walaupun disadari merupakan resiko yang paling akhir terdefinisikan dalam Basel II. Definisi resiko dalam Basel II adalah termasuk resiko hukum namun tidak mencakup resiko bisnis, strategis dan reputasi.
Sedangkan resiko reputasi adalah sejauh mana perusahaan melindungi nilai dari aset tidak berwujudnya, termasuk reputasi perusahaan. Resiko reputasi diatasi dengan berinvestasi dalam pengembangan merek produk dan merek perusahaan, memantau penggunaan merek, memantau perilaku pemasok dan pelanggan bisnis, melakukan hubungan masyarakat, dan mengelola hubungan dengan para pemangku kepentingan lain.
Resiko reputasi adalah resiko terjadinya potensi kerusakan bagi perusahaan yang diakibatkan oleh opini publik yang negatif.
Resiko reputasi tidak terbatas hanya pada reputasi dari sebuah Bank saja, namun dapat mencakup keseluruhan sektor industri perbankan, misalnya mortgage banking atau internet banking. Walaupun kejadian resio dapat terjadi hanya pada satu Bank yang pengendalian resiko-nya tidak memadai, reputasi dari masing-masing produk atau sektor dapat mempengaruhi keseluruhan industri perbankan. Tergantung dari cara pelaporannya, suatu kejadian yang semula terisolasi dapat meluas dan merusak reputasi seluruh industri.
B.     Maksud dan Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, kami bermaksud untuk menjelaskan tentang masalah dalam manajemen resiko, yaitu resiko operasional dan resiko reputasi. Tentu dengan adanya penulisan ini adalah agar mahasiswa dan para pembaca umumnya dapat mengerti tentang apa itu resiko operasional dan apa itu resiko reputasi.
Penulisan makalah ini pin bertujuan agar mahasiswa dan para pembaca umunya dapat lebih memahami lagi tentang resiko operasional dan resiko reputasi ini. Dengan adanya contoh-contoh yang akan kami tuliskan di bab II nanti, semoga mahasiswa dan para pembaca umumnya dapat memahami dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Resiko Operasional
Basel II Capital Accord secara khusus mendefinisikan resiko operasional sebagai resiko kerugian yang timbul dari kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau kejadian-kejadian eksternal. Secara umum, resiko operasional terkait dengan sejumlah masalah yang berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur. Oleh karena itu, resiko operasional sebenarnya bukan merupakan suatu resiko yang baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank, walaupun semua bank akan menghadapi kegagalan dan harus memiliki proses untuk mengatasinya. Resiko operasional merupakan resiko yang mempengaruhi semua kegiatan usaha karena merupakan suatu hal yang inherent dalam pelaksanaan suatu proses atau aktivitas operasional.
Bagi otoritas pengawas bank, penerapan managemen resiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank yang dapat mempengaruhi permodalan bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan bank. Adapun tahap evolusi managemen resiko operasional dibagi menjadi empat bagian tahap, yaitu:
·         Tahap I : Identifikasi dan pengumpulan data
Dalam tahap ini perusahaan perlu melakukan mapping berbagai resiko operasional yang ada dalam perusahaan dan menciptakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan menjumlahkan kerugian.
·         Tahap II : Penyusunan metrics dan tracking
Dalam tahap ini perusahaan perlu menyusun metric dan key risk indicator untuk tiap resiko operasional yang telah diidentifikasi dalam tahap sebelumnya, termasuk juga penyusunan sistem tracking data dan informasi frekuensi dan severitas suatu resiko tertentu.
·         Tahap III : Pengukuran
Tahap ini perusahaan perlu menyusun suatu metode untuk mengklasifikasi resiko operasional dari semua unit kerja.
·         Tahap IV : Manajemen
Tahap ini perusahaan perlu melakukan konsolidasi hasil dari tahap tiga untuk mendapatkan perhitungan alokasi modal untuk menutup resiko operasional dan analisis kinerja berbasis resiko dan redistribusi portofolio untuk menyesuaikan profil resiko perusahaan yang diinginkan.
B.     Kejadian Resiko Operasional
Resiko operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses di dalam bank. Namun demikian, resiko operasional tidak hanya terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha. Resiko operasional merupakan resiko yang penting dan dapat mempengaruhi nasabah dalam sehari-hari. Itu sebabnya mengapa bank meningkatkan fokus perhatiannya pada proses, prosedur dan pengawasan yang sejalan dengan resiko operasional.
Lembaga Pengawas Perbankan telah mendorong bank-bank untuk melihat proses operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan kejadian-kejadian yang memiliki frekuensi rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi (low frequency/high impact) selain resiko kredit dan resiko pasar. Ada dua faktor yang digunakan dalam pengelompokan kejadian resiko operasional yaitu frekuensi dan dampak. Frekuensi adalah seberapa sering suatu peristiwa operasional itu terjadi, sedangkan dampak adalah jumlah kerugian yang timbulkan oleh kejadian resiko operasional.
Kejadian resiko operasional dapat dikelompokkan kedalam empat jenis kejadian berdasarkan frekuensi dan dampak resiko operasional tersebut, yaitu:
1.      Low Frequency/High Impact (LFHI)
2.      High Frequency/High Impact (HFHI)
3.      Low Frequency/Low Impact (LFLI)
4.      High Frequency/Low Impact (HFLI)
Secara umum pengelolaan resiko operasional memfokuskan pada dua jenis kejadian, yaitu Low Frequency/High Impact (LFHI) dan High Frequency/Low Impact (HFLI). LFHI sangat sulit untuk dipahami dan sangat sulit untuk diantisipasi serta LFHI menimbulkan kerugian yang sangat besar bahkan dapat menyebabkan kejatuhan suatu bank. Sedangkan HFLI dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usaha.
Pada umumnya bank kurang memperhatikan kejadian yang sifatnya Low Frequency/Low Impact (LFLI) karena biaya pengelolaan dan pemantauannya lebih tinggi daripada kerugian yang ditimbulkannya. Sedangkan High Frequency/High Impact (HFHI) dianggap kurang relevan karena jika jenis kejadian ini timbul pada bank maka bank tersebut akan jatuh dalam waktu singkat. Dalam hal ini kerugian yang ada tidak akan dapat diperbaiki dan pengawas bank akan mengambil langkah- langkah penyehatan bank.
C.    Pengukuran Resiko Operasional
Kerangka Basel II menetapkan tiga metode perhitungan modal untuk resiko operasional. Ketiga metode tersebut menggunakan berbagai indikator eksposur resiko. Indikator eksposur resiko merupakan faktor yang menunjukkan tingkat resiko yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi nilai indikator semakin tinggi resiko yang dihadapi. Ketiga model tersebut adalah:
1.      Basic Indicator Approach (BIA)
2.      Standardized Approach (SA)
3.      Advanced Measurement Approach (AMA)
D.    Pengertian Resiko Reputasi
Resiko reputasi (reputation risk) adalah sejauh mana perusahaan melindungi nilai dari aset tidak berwujudnya, termasuk reputasi perusahaan. Resiko reputasi diatasi dengan berinvestasi dalam pengembangan merek produk dan merek perusahaan, memantau penggunaan merek, memantau perilaku pemasok dan pelanggan bisnis, melakukan hubungan masyarakat, dan mengelola hubungan dengan para pemangku kepentingan lain.
Resiko reputasi adalah resiko terjadinya potensi kerusakan bagi perusahaan yang diakibatkan oleh opini publik yang negatif.
Butuh waktu lama untuk membangun reputasi baik. Bahkan Warren Buffet menyatakan bahwa butuh 20 tahun membangun reputasi dan lima menit untuk menghancurkannya. Jika citra baik bisa didesain lebih instan, namun tidak dengan reputasi. Reputasi berkembang lebih lambat daripada membentuk citra (Rochette, 2007).
Resiko reputasi menjangkiti seluruh perusahaan. Terlebih perusahaan yang mengandalkan jaminan kepercayaan konsumen. Reputasi bisa rusak berkaitan isu keamanan atau keselamatan, produk/jasa tidak sesuai standar, product recall, pelanggaran regulasi, skandal atau praktek tidak etis, atau sebab lainnya.
Rontoknya reputasi dipicu dari publikasi yang buruk tentang perusahaan. Terlepas dari publikasi tersebut benar atau fitnah, tapi itulah informasi yang membentuk persepsi dan kepercayaan stakeholders, khususnya konsumen.
Di era informasi, resiko reputasi mengancam perusahaan. Dengan mudah dan cepat, konsumen mengetahui sisi negatif suatu produk barang/jasa. Di tengah kompetisi ketat, opini negatif dengan mudahnya memicu konsumen beralih ke barang/jasa subtitusi.
Pada perusahaan tertentu, khususnya penyedia jasa, reputasi adalah aset terpenting karena yang ditawarkan adalah bisnis kepercayaan. Produsen barangpun saat ini sudah mulai mengakui bahwa aset terbesarnya bukan semata aset fisik, tetapi reputasi.
Reputasi menjadi aset yang nyaris tak ternilai. Terlebih di negara-negara dengan konsumen yang mempunyai kesadaran tinggi akan haknya. Juga di negara yang mempunyai aturan perlindungan konsumen yang baik. Hasil riset Economist Intelligence Unit tahun 2005 menyebutkan bahwa eksekutif perusahaan dunia mengakui bahwa resiko reputasi menjadi prioritas puncak dibandingkan risiko lainnya.
Resiko reputasi tak cuma hadir mengikuti suatu kasus besar. Merosotnya reputasi bisa muncul dari kelemahan kecil, namun terjadi dalam jangka waktu lama. Berita negatif yang terus-menerus dan tidak ditangani secara baik, bisa mempengarui pilihan konsumen.
E.     Aplikasi Manajemen Resiko Reputasi
Peristiwa yang menggerogoti reputasi perusahaan, umumnya dibarengi dengan dampak lainnya. Umumnya berupa tanggung jawab pada pihak lain (legal liability), merosotnya konsumen, atau resiko tuntutan di pengadilan (berkaitan dengan kriminal).
Manajemen resiko reputasi adalah keharusan. Mulai dari upaya pencegahan munculnya kerugian, hingga crisis management plans. Terhadap produk barang cacat yang bisa membahayakan konsumen, produsen bisa mengalihkan sebagian resiko tersebut ke perusahaan asuransi untuk jaminan product liability. Namun resiko reputasi secara keseluruhan, belum bisa diasuransikan karena dimensinya yang sangat kompleks.
Upaya preventif menghadapi resiko reputasi, secara umum bisa dilakukan dengan menyediakan produk atau jasa  sesuai standar dan harapan konsumen, serta melakukan praktek bisnis sesuai aturan. Hampir semua perusahaan memiliki prosedur dan kontrol kualitas atas produk atau jasa yang ditawarkan. Namun kejadian yang merontokkan reputasi masih sering terjadi meskipun upaya preventif maksimal telah dilakukan. Di sinilah peran manajemen krisis. Dampak massif reputasi terjadi ketika penanganan resiko dilakukan tanpa manajemen yang memadai.
Menurut Regester Larkin, ketika terjadi ancaman terhadap reputasi, perusahaan perlu melakukan “3C” yakni concern (mengakui dan menyesal atas kesalahan), commitment (komitmen untuk memperbaiki), dan control (kontrol agar tidak terjadi lagi). Leadership dari top eksekutif perusahaan berperan terhadap penanganan krisis ini. Karena reputasi berhubungan dengan opini publik, perlu ada strategi komunikasi dan unit yang bertanggung jawab. Penanganan krisis akan lebih mudah dengan prosedur yang sistematis dan adanya latihan pada orang atau unit terkait.
BAB III
PENUTUP
Dalam penulisan makalah ini, kami sangat menyadari dengan segala kekurangan dan keterbatasan kami dalam menyampaikan tugas mata kuliah kami yang berjudul “Resiko Operasional dan Resiko Reputasi”.
            Berdasarkan penulisan kami di atas, maka kami akan menyampaikan kesimpulan dan saran pada penutup ini.
A.    Kesimpulan
Resiko operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses di dalam bank. Namun demikian, resiko operasional tidak hanya terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha. Risiko operasional merupakan resiko yang penting dan dapat mempengaruhi nasabah dalam sehari-hari. Itu sebabnya mengapa bank meningkatkan fokus perhatiannya pada proses, prosedur dan pengawasan yang sejalan dengan resiko operasional.
Manajemen resiko reputasi adalah keharusan. Mulai dari upaya pencegahan munculnya kerugian, hingga crisis management plans. Terhadap produk barang cacat yang bisa membahayakan konsumen, produsen bisa mengalihkan sebagian risiko tersebut ke perusahaan asuransi untuk jaminan product liability. Namun resiko reputasi secara keseluruhan, belum bisa diasuransikan karena dimensinya yang sangat kompleks.
B.     Saran
Melihat pembahasan dari resiko operasional dan resiko reputasi diatas, tentu diharapkan sekali kepada mahasiswa dan para pembaca agar dapat lebih mengerti dan memahami resiko tersebut di perusahaan atau di perbankan. Tentu dalam pemahaman tersebut, kita juga harus bisa mengaplikasikannya dalan kehidupan kita, tentang bagaimana manajemen resiko dalam kehidupan sehari-hari.

Peran Ekonomi Negara dalam Perspektif Islam

Selasa, 24 September 2013

PERAN EKONOMI NEGARA
dalam PERSPEKTIF ISLAM
Oleh : Vina Novia
Ekonomi Syariah 5
           
Manusia dan ekonomi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, karena manusialah yang menciptakan dan membutuhkan sistem perekonomian itu sendiri. Pada hakikatnya, teori ekonomi itu sama. Yaitu berhadapan dengan barang, uang dan pasar. Ketiga aspek ini saling berinteraksi, sehingga menciptakan permintaan, penawaran dan jual beli, yang pada akhirnya menciptakan sistem perekonomian.
            Masyarakat dalam sebuah pemerintahan sesuai kodratnya merupakan manusia yang lebih suka hidup secara bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada, manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan kehidupan mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka membutuhkan kehidupan yang saling menolong dan bekerjasama. Akan tetapi, mereka tidak dapat hidup berdampingan dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh konflik dan permusuhan serta ketidakadilan. Untuk itu diperlukan adanya rasa kebersamaan dan pemerintah sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah terjadinya konflik dan ketidakadilan guna mempersatukan mereka.
            Konsep Ibnu Khaldun dalam “Model Dinamika” menyatakan bahwa negara harus berorientasu kepada kesejahteraan rakyat, memiliki anggaran, menghargai hak milik masyarakat, dan menghindari pungutan pajak yang memberatkan. Negara akan mengutamakan pembangunan melalui anggaran yang dihasilkan dari kebijakan yang adil, dan sebaliknya negara akan menghambat pembangunan dengan memberlakukan sistem pajak dan kebijakan yang tidak adil. Negara merupakan suatu pasar terbesar yang dihasilkan dari anggaran negara tersebut untuk kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu, negara tidak perlu terlibat secara langsung sebagai pelaku pasar, namun harus melakukan hal-hal yang dapat membantu masyarakat menjalankan usaha mereka secara lebih efisien dan mencegah masyarakat untuk melakukan tindakan yang adil secara berlebihan.



 

1 komentar:

  1. jadi bingung baca na. pami dihijikeun kieu mah. khusus soal fiskal, uraian lumayan baik. catatana, setiap kutipan yg diperoleh dari sumber lain baik itu buku mauapun sumber online harus disertakan.
    sebagai perbandingan, silahkan baca juga artikel ini:
    http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/kebijakan-fiskal-dalam-kajian-ekonomi.html
    ||
    http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/kebijakan-fiskal-sebuah-kajian-teoritis.html

    BalasHapus